1.31.2013

Segitiga Pendidikan


                                                            TRIANGEL EDUCATION

Berjalan Seiringan
Seiring berkembangnya kegiatan alam terbuka, ”outbound” menjadi sebuah alternatif  pelatihan pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang marak di Indonesia, namun hati-hati dengan model pelatihan yang satu ini. Jangan-jangan hanya sekedar sebuah ”trend”, yang suatu saat berganti dengan trend yang lain. Seperti trend pakaian dari masa-kemasa yang terus berganti. Sebuah trend selalu dipengaruhi oleh dan datang dari negara-negara maju, namun bagaimana dengan trend pelatihan atau pendidikan yang berorientasi pada pengembangan kemampuan sumber daya manusia ?

Pusat Pendidikan Militer Cipatat, Kabupaten Bandung Barat

1. Outbound sebagai sebuah ”trend” pelatihan

Lahirnya trend pelatihan outbond ini pada kurun perang dunia tahun 1941, ketika seorang berkebangsaan Jerman bernama  Kurt Hahn bersama dua orang dari Inggris bernama Jim Hogan dan Lawrence Hott, mengadopsi aktivitas permainan tali tinggi dalam program yang bernama Outward Bound. Program ini awalnya diberikan pada beberapa sekolah di Inggris, program ini merancang bangun pendidikan yang mengarah pada perkembangan individu dan kelompok, dengan penekanan pada program  ’individual challenge’ dan ’group problem solving initiatives’. Harapannya adalah dapat mengembangkan kemampuan bidang organisasi (group development) serta upaya dalam mengembangkan kemampuan diri (personal development). Kedua hal tersebut disajikan dalam upaya mengembangkan kemampuan diri dalam menghadapi kehidupan sosial.

Tracking Menuju Gunung Burangrang

Pada tahun 1971 di Masachusetts berdiri Project Adventure yang menggunakan metoda ’experience education program’ (program belajar dari pengalaman) yang diberikan pada anak-anak sekolah setingkat SMU. Project Adventure membuat program dengan nama “ropes and initiatives program”. Pada program ini para instruktur  menekankan pada diskusi kelompok setelah melakukan aktivitas untuk menggali nilai-nilai yang didapat dari belajar dari pengalaman tersebut, sekaligus juga jadi metoda terapi bagi para pelakunya.

Pada tahun 1974 program pelatihan model ini menjadi program kurikulum di seluruh sekolah di Amerika. ”Ropes and initiatives course” menjadi terkenal, tidak hanya dikembangkan atau diterapkan untuk anak-anak sekolah, namun dipakai pula oleh para pelaku bisnis, perusahaan, departemen dan organisasi sosial dan kesehatan mental dengan harapan para pelakunya mendapatkan manfaat dalam membangun kerjasama tim dan pengembangan kemampuan personal.

Outbound adalah sebuah ”trend” pelatihan yang masuk ke Indonesai pada tahun 1990 an dengan nama ”Outward Bound” Indonesia, istilah Outward Bound telah menjadi hak paten sebuah organisasi internasional termasuk yang ada di Indonesia. Hak paten tersebut menjadikan para penyelenggara pelatihan di Indonesia merubah istilah menjadi ”outbound training” yang pada inti kegiatannya tidak jauh berbeda. Lalu ”Trend” pelatihan tersebut berkembang pesat sampai sekarang.

Menurut catatan, para pengelola dan penyelenggara pelatihan ”model outbound ” ini hampir mencapai diatas 250  pengelola yang tersebar di kota-kota besar  di Indonesia, hampir sebagian besar penyelenggara menggunakan alam sebagai media pendidikannya. Bila dilihat tingkat pertumbuhan dan perkembangan dari sisi penyelenggaraan, aktivitas ”outbound” dapat dikatakan tumbuh cukup cepat. Namun jika bicara ” trend”, berhati-hatilah karena suatu saat ”trend” dapat berubah-rubah.

Di Indonesia, pada awal kemunculannya,  aktivitas ini banyak yang merasa pesimis dengan perkembangnnya, tetapi para penyelenggara yang membuat ”trend” tersebut mampu mengajak masyarakat  Indonesia untuk mencicipi produk tersebut dengan berawal dari ikut-ikutan, keingin tahuan, ingin mencoba, dan akhirnya ada beberapa yang merasa ketagihan dan membutuhkannya, dalam artian berawal dari ingin mengetahui, mencoba, memahami dan akhirnya butuh akan produk  tersebut dengan motif dan tujuan yang berbeda-beda.

Tetapi sebagian besar pengikut aktivitas ini masih sebatas pada lingkup perusahaan atau instansi yang sengaja dikirim oleh pihak manajemen perusahaan. Tetapi perkembangannya diluar sana (Amerika, Eropa, Australia dan negara maju lainnya) pengikutnya sudah bukan hanya kelompok karyawan perusahaan atau instansi, namun secara perorangan. Mereka berdatangan dengan cara mendaftarkan diri untuk dapat terlibat dalam aktivitas tersebut dengan motif dan tujuan diantaranya mengembangkan kemampuan dan potensi diri.  Disamping tentu saja mencari suasana dan lingkungan baru untuk dapat menyalurkan kebutuhan dirinya dalam berinteraksi dengan alam dan dengan sesama peserta lainnya.

2. Outdoor Activity di Indonesia

Di Indonesia, pendidikan dengan menggunakan media alam terbuka bagi masyarakat sipil (non militer) mulai muncul tahun 1964, ketika ada sekelompok anak muda melakukan sebuah pendidikan dan pelatihan dengan menggunakan alam terbuka sebagai media dan sarananya. Dengan konsep ”belajar seumur hidup” bagi para anggota lulusannya mereka berpedoman pada bagaimana mempertahankan hidup (survival), bagaimana mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan cara-cara yang menantang (rock climbing, mountanering, rafting dll). Bagaimana menolong orang lain (search and rescue)  dan bagaimana menciptakan kebersamaan (esprit de corps), yang secara disadari atau tidak semua itu adalah upaya meningkatkan kualitas mental dan fisik pelakunya dalam menghadapi dan mempersiapkan tantangan hidup.

Pendidikan semacam ini dapat diartikan sebagai belajar langsung di ruang atau tempat yang tidak ada batasnya yaitu alam terbuka. Para pembelajar merasakan benar bagaimana mereka harus mampu menjawab setiap permasalahan yang muncul dari alam itu sendiri, maka setiap masalah yang mampu dijawabnya menjadi ’petualangan’ tersendiri, inilah hakekatnya;  belajar hidup di alam dan belajar dari alam (outdoor education) sehingga memberi arti dan makna bagi para pelakunya (adventure education atau challenge education)

Ahli pendidikan David Hopkins and Putman serta para pengikutnya melihat bahwa aktivitas di alam terbuka bisa dijadikan sebagai media berlatih dan mendidik para pelakunya, sehingga istilah ”outdoor activity for education”  mungkin dapat dikatakan cukup tepat untuk saat ini, karena dalam melakukan aktivitas tersebut ada tiga formula yang saling berkaitan, diantaranya;

    a. Unsur petualangan dan  tantangan (adventure / challenge),
    b. Unsur alam terbuka (outdoor), dan
    c. Unsur pendidikan (education)

Bifak Tim di Gunung Burangrang

Disengaja atau tidak (dirancang atau tidak dirancang) aktivitas di alam terbuka memiliki kondisi lingkungan yang unik, diantaranya adalah lingkungan fisik (ketinggian, kedalaman, panas dan dingin) dan lingkungan sosial (teman seperjalanan dan masyarakat sekitar). Aktivitas di alam terbuka juga identik dengan  nuansa menantang (challenge) dan mengandung unsur petualangan yang mendorong motivasi pelaku untuk mencoba melewatinya, jika kedua unsur tersebut disikapi dengan sadar sebagai arena untuk mencoba dan mengembangkan kemampuan dan potensi diri, apapun hasil yang didapat akan memberi makna dan nilai-nilai baru yang berorientasi pada diri, dalam artian berhasil melewati atau pun gagal melewatinya makna dan nilai baru akan dirasakan oleh pelakunya.

Ibadah Kapan saja
Dengan pemahaman diatas para pelaku kegiatan di alam terbuka diharapkan tidak hanya menyalurkan hobi atau mencari suasana yang menyenangkan atau menegangkan saja, namun ada nilai dan makna yang didapat dari pengalaman yang dilewati sebagai sebuah  pelajaran/belajar dari pengalaman”experience learning”.

Berjalan dalam Kabut
Manusia secara alami tumbuh secara fisik, meningkat secara kemampuan dan berkembang secara mental (emosi). Peningkatan kemampuan dan  perkembangan mental (emosi) manusia dapat dirangsang oleh sesuatu yang menantang dengan dukungan (support) dari lingkungannya, James Neil seorang penggiat alam terbuka  merumuskan bahwa Growth = Challenge + Support, ini menunjukan bahwa manusia berkembang secara mental dan meningkat secara kemampuan akibat dari kemauan dan keberanian manusia tersebut dalam menghadapi berbagai macam tantangan dengan dukungan (support) dari lingkungannya (orang tua,saudara, teman, guru dan orang-orang di sekitarnya).

Evaluasi
Jadi jika dikaitkan dengan outdoor activity yang penuh dengan aktivitas yang menantang dan dukungan dari orang-orang yang ada disekitarnya, bukan tidak mungkin akan memberikan perkembangan secara mental dan peningkatkan kemampuan bagi pelakunya.

Barak PusDikLat Cipatat

0 komentar: